CGP:
BEBASUKI
Jurnal Refleksi
Mingguan – Minggu 16
(Model Driscoll)
Model ini diadaptasi dari refleksi yang digunakan pada praktik klinis (Driscoll & Teh, 2001). Model yang dikenal dengan Model "What?" ini pada dasarnya terdiri dari 3 bagian, namun dapat dikembangkan dengan berbagai variasi bergantung pada pertanyaan detail yang dipilih
What
Pembelajaran
modul 2.3. memasuki tahap akhir, yaitu Demonstrasi Kontekstual, Elaborasi
Pemahaman, Koneksi Antar Materi, dan Aksi Nyata. Pada tahap Demonstrasi
Kontekstual, Pertanyaan-pertanyaan pada refleksi ini mendorong kami untuk
menguatkan kembali materi coaching ini dan membedakan dengan pengalaman kami
sebelum modul ini. Selain itu saya dapat merefleksikan hambatan yang dijalani
dan bagaimana kiat kiatnya untuk menghadapi kendala tersebut. Dari refleksi dan
metakognisi terhadap proses pembelajaran yang telah saya lalui maka saya dapat
menggunakan pemahaman baru yang telah dipelajari untuk memperbaiki proses
pembelajaran yang saya ampu.
Pada minggu ini saya
juga sangat tertantang untuk melakukan praktik nyata pendampingan murid dengan
pendekatan Coaching dalam Komunitas Sekolah. Pendampingan ini melibatkan salah satu
murid yang memiliki masalah dalam pembelajaran atau dalam komunitas sekolahnya
dan guru harus melakukan praktek coaching dengan model TIRTA di sekolah. Alur
model TIRTA dalam proses coaching sangat membantu murid dalam melejitkan
potensi dan menyelesaikan masalah dirinya dengan solusi dari dirinya sendiri.
Kemudian :
saya melakukan
praktik coaching dengan rekan sejawat. Praktik coaching yang
saya lakukan masih belum melibatkan komunitas praktisi yang ada di sekolah.
Praktik berlangsung secara informal untuk menggali potensi rekan sejawat
sebagai coachee dalam menentukan komitmen diri menyelesaikan
masalah yang dihadapi. Pada tahap akhir ini, ada sesi Elaborasi yang semakin
menguatkan pemahaman saya terkait praktik coaching di sekolah
kepada guru dan murid.
Pada sesi
elaborasi pemahaman saya mendapatkan penguatan lebih luas dan tuntas dari
Instruktur nasional (Yudistira Aridayan) melalui berdiskusi untu mengelaborasi
pemahaman mengenai konsep coaching dalam konteks pendidikan
So What
Ada perasaan
bahagia ketika akhirnya bisa melakukan praktik coaching dengan
rekan sejawat. Selain itu juga ada rasa senang ketika mendapat banyak dukungan
dari berbagai pihak di sekolah termasuk komunitas praktisi. Namun, terbersit
juga perasaan khawatir apabila ternyata hasil praktik coaching yang
saya lakukan menurut orang lain masih membutuhkan banyak perbaikan. Selain itu,
kekhawatiran juga terkait dengan belum bisanya hasil praktik memotivasi diri
meningkatkan kompetensi ke depannya.
Saya rasa teman CGP
lain pun memiliki perasaan yang sama. Karena memang masih dalam tahap latihan.
Meskipun demikian, saya melakukannya dengan serius dan persiapan matang.
Terlepas dari kekhawatiran itu, setidaknya saya sudah berusaha melakukan
praktik coaching dengan sebaik-baiknya. Ada keyakinan perasaan seperti itu pada
akhirnya akan perlahan menghilang setelah melalui latihan. Hasil pengamatan
pada diri sendiri sebenarnya saya cenderung memiliki prinsip yang penting sudah
dilakukan sebaik-baiknya. Perkara bagaimana hasilnya, itu urusan belakang. Saya
cenderung seperti ini saat latihan pertama. Saya selalu berpikir bahwa akan ada
kesempatan bagi yang mau melakukan perbaikan.
Dari latihan praktik
coaching tersebut, ada hal yang berubah. Terutama menyangkut pemahaman
tentang coaching. Pada awal mempelajari materi sepertinya coaching
akan berat dilakukan. Namun, setelah dipraktikkan ternyata bisa. Ke depannya saya
menjadi lebih yakin akan lebih mudah karena sudah sering latihan.
Now What
Perasaan saya setelah
mempraktikkan pendampingan murid dengan pendekatan Coaching adalah sangat
tertarik dan mulai merefleksikan dengan pengalaman yang saya alami sebelumnya.
Saya tertarik karena dengan coaching guru sebagai coach tidak secara langsung
memberikan solusi dan arahan kepada murid tentang apa yang harus dilakukan.
Akan tetapi dengan komunikasi asertif, memberikan pertanyaan terbuka yang
bersifat reflektif dan efektif, mendengarkan aktif, dan dengan memberikan umpan
balik positif dapat menggali potensi dan solusi dari murid itu sendiri dengan
lebih efektif.
Melakukan hal baru
membutuhkan kekuatan dan kemampuan. Tidak terkecuali praktik coaching dalam
komunitas sekolah. Beruntung saat sesi praktik coaching di
sekolah, teman yang berperan sebagai coachee sangat
kooperatif. Mungkin akan berbeda jika rekan coachee saya
adalah murid. Tentu akan membutuhkan usaha lebih keras lagi dalam menggali
potensi dan informasi.
Oleh karena itu, agar
lebih untuk itu saya harus belajar. Sesi elaborasi dengan instruktur adalah
saat yang tepat untuk menambah pemahaman. Saya meyakini tambahan informasi dari
instruktur akan sangat membantu saya nantinya saat harus melakukan coaching kepada
murid. Hal baru adalah terkait penerapan coaching sebagai mindset dalam
proses pembelajaran. Pada dasarnya coaching sudah dilakukan,
sehingga dengan perubahan mindset dapat menjadikan coaching sebagai
pembiasaan.
Pelaksanaan coaching dalam
komunitas di sekolah tentu tidak bisa sendiri. Sebagai kegiatan yang
kolaboratif, praktik coaching membutuhkan dukungan dari banyak pihak terkait.
Bentuk dukungan yang saya harapkan adalah adanya masukan terhadap praktik
coaching yang saya lakukan. Selain itu, dukungan berupa komitmen dari rekan
sejawat untuk terus terlibat dalam kegiatan coaching. Baik itu
sebagai coachee maupun coach. Ini merupakan
dukungan utama agar praktik coaching menjadi budaya positif dalam komunitas di
sekolah. Dukungan dari pihak sekolah juga sangat dibutuhkan dalam bentuk izin menyelenggarakan coaching maupun
penguatan terhadap komunitas yang ada. Selain itu, dukungan dari orang tua
berupa peran aktif memberikan laporan terkait permasalahan anaknya selama
belajar di rumah.
Rencana terdekat
adalah melakukan latihan coaching lagi dengan murid
sebagai coachee. Hal ini saya lakukan agar setelah selesai
mengikuti program ini akan mampu memiliki kompetensi coaching murid
yang lebih baik. Sedangkan hal baik yang bisa saya bagi kepada rekan sejawat di
sekolah adalah bahwa praktik coaching ini sangat membantu guru
dan murid dalam menyelesaikan masalah oleh dirinya sendiri berdasarkan potensi
yang dimiliki. Selain itu, dengan adanya jadwal berbagi dalam komunitas
praktisi akan membuat praktik coaching ini sebagai budaya positif di sekolah.
Sekian dan Terimakasih
QOIRYANI POHAN, S.Pd
SABTU, 02 APRIL 2022
MOSEL
DRISCOLL ( SO WHAT, WHAT, NOW WHAT)
Model ini diadaptasi
dari refleksi yang digunakan pada praktik klinis (Driscoll & Teh, 2001).
Model yang dikenal dengan Model "What?" ini pada dasarnya terdiri
dari 3 bagian, namun dapat dikembangkan dengan berbagai variasi bergantung pada
pertanyaan detail yang dipilih.
WHAT
(Deskripsi dari peristiwa yang terjadi)
Pada minggu ke-16 ini
masuk pada alur MERDEKA pada fase Refleksi Terbimbing, Demonstrasi Kontekstual
dan Elaborasi Pemahaman. Pada Refleksi Terbimbing saya harus merenung.
mengingat kembali, dan melakukan refleksi mendalam mengenai hal-hal yang telah
saya pelajari pada modul coaching ini. Pertanyaan-pertanyaan pada refleksi ini
mendorong kami untuk menguatkan kembali materi coaching ini dan membedakan
dengan pengalaman kami sebelum modul ini. Selain itu saya dapat merefleksikan
hambatan yang dijalani dan bagaimana kiat kiatnya untuk menghadapi kendala
tersebut. Dari refleksi dan metakognisi terhadap proses pembelajaran yang telah
saya lalui maka saya dapat menggunakan pemahaman baru yang telah dipelajari
untuk memperbaiki proses pembelajaran yang saya ampu.
Pada minggu ini saya
juga sangat tertantang untuk melakukan praktik nyata pendampingan murid dengan
pendekatan Coaching dalam Komunitas Sekolah. Pendampingan ini melibatkan salah
satu murid yang memiliki masalah dalam pembelajaran atau dalam komunitas
sekolahnya dan guru harus melakukan praktek coaching dengan model TIRTA di
sekolah. Alur model TIRTA dalam proses coaching sangat membantu murid dalam
melejitkan potensi dan menyelesaikan masalah dirinya dengan solusi dari dirinya
sendiri. Pada sesi elaborasi pemahaman saya mendapatkan penguatan lebih luas
dan tuntas dari Instruktur nasional melalui berdiskusi untu mengelaborasi
pemahaman mengenai konsep coaching dalam konteks Pendidikan
.SO WHAT (Analisis dari peristiwa yang terjadi)
Perasaan saya setelah
mempraktikkan pendampingan murid dengan pendekatan Coaching adalah sangat
tertarik dan mulai merefleksikan dengan pengalaman yang saya alami sebelumnya.
Saya tertarik karena dengan coaching guru sebagai coach tidak secara langsung memberikan
solusi dan arahan kepada murid tentang apa yang harus dilakukan. Akan tetapi
dengan komunikasi asertif, memberikan pertanyaan terbuka yang bersifat
reflektif dan efektif, mendengarkan aktif, dan dengan memberikan umpan balik
positif dapat menggali potensi dan solusi dari murid itu sendiri dengan lebih
efektif.
Pendampingan dengan
praktik coaching ini membuka refleksi dengan pengalaman baru yang sangat
berbeda dengan pengalaman saya yang sebelumnya. Setelah praktik coaching ini
saya mengerti dan memahami bahwa proses coaching juga merupakan proses untuk
mengaktivasi ker ja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat
membuat murid melakukan metakognisi atas pengalaman dirinya. Selain itu,
pertanyaan-pertanyaan yang efektif dalam proses coaching juga membuat murid
lebih berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid dapat menemukan
potensi dan mengembangkannya menjadi sebuah potensi yang sangat bermanfaat
dalam dirinya dan komunitasnya disekolah.
NOW
WHAT (Tindak lanjut dari peristiwa yang terjadi)
Jika tidak mempelajari materi coaching ini mungkin respon saya dari permaslahan siswa akan sangat berbeda dan kurang memberikan terapi yang lebih menggali potensi murid. Hasilnya tentu hanya akan membuat murid hanya akan selalu tergantung pada guru atau orang dewasa lain. Sehingga murid atau orang lain tidak dapat menggali potensinya sendiri dan tidak akan hidup mandiri dan berpotensi yang tinggi. Dari pengalaman belajar dan hasil refleksi serta analisis pengalaman yang saya alami membuat saya semakin membuka mata untuk terus belajar coaching dengan semua teknik di dalamnya. Caranya, saya akan memperbanyak mencari literasi baik dari manusia, teknologi, maupun media informasi lainnya. Saya juga selalu meminta dukungan dari pimpinan dan kolaborasi dari rekan se jawat. Memperbanyak komunitas praktisi juga merupakan saah satu meningkatkan kemampuan dan belajar saya selama ini.
https://drive.google.com/file/d/1lgdnWOjIqtOLXsPMguA21iA5zkVaWSnn/view?usp=sharing
https://bit.ly/CGP_ANGKATAN4_Pematangsiantar_QoiryaniPohan-JurnalRefleksiMinggu16
RIAMSAH SIHOTANG,
S.Pd
SALAM SEHAT DAN SALAM BAHAGIA…
MODEL
: 5 R ( REPORTING, RESPONDING, RELATING, REASONING,
RECONSTRUCTING
Reporting (
Menceritakan ulang peristiwa yang terjadi )
Pada Minggu ini
, tepatnya adalah minggu terakhir dalam modul 2, saya mendalami tentang
Refleksi terbimbingyaitu memahami
lebih
dalam
tehnik couching yang efektif dalam optimalisasi pengembang
an kompetensi
Pendidik yang memerdekakan murid. Praktik Couching yang sesuai dengan model
TIRTA dalam komunitas sekolah, elaborasi bersama instruktur dan mengkoneksikan
seluruh materi pelajaran.
Pembelajaran yang didapatkan adalah praktek couching yang berpihak pada
murid, dimana CGP bekerja dalam melakukan praktik couching model TIRTA
bersama teman sejawat atau dengan murid , dengan peran sebagai couch dan
couchee , tanpa ada pengamat selain itu ditugas akhir juga membuat rancangan
tindakan untuk aksi nyata.
Responding
( Menjabarkan tanggapan yang diberikan dalam menghadapi peristiwa yang
diceritakan )
Tanggapan saya terhadap pembelajaran dalam minggu ini adalah saya sangat
antusias , karena, proses couching model TIRTA ini sangat bermanfaat ketika
menghadapi situasi Pandemi seperti sekarang ini, saya bisa mengatasi masalah
saya sendiri, murid,orangtua, maupun rekan-rekan sejawat
Saya meyakini model TIRTA dapat dipraktekkan dalam situasi
lokal kelas dan sekolah kami. Karena model ini mudah diterapkan asalkan
mau mengembangkan teknik komunikasi yang benar. Tantangan yang mungkin muncul
adalah berkomunikasi dalam rangka menegaskan tujuan dari adanya couching
tersebut.Couch,berusaha mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka,yang
menciptakan kejelasan dari pada couchee.
Relating
( Menghubungkan kaitan antara peristiwa dengan pengetahuan ,keterampilan
,keyakinan atau informasi yang dimilki )
Couching
model TIRTA ini berkaitan dengan Ki Hajar Dewantara yaitu guru menuntun murid
sesuai kodratnya,mewujudkan nilai-nilai pancasila dan menjadikannya sebagai
budaya positif. Peristiwa Couching juga dapat dikaitkan dengan peran guru
sebagai Penuntun pembelajaran murid disekolah yang sudah diterapkan oleh
semua pendidik.
Selain itu pembelajaran berdiferensiasi dan KSE kompetensi social
emosional anak juga berfungsi sebagai pijakan dalam proses couching, yaitu
dalam menuntun potensi diri murid.
Reasoning
( Menganalisis dengan detail mengapa peristiwa tersebut dapat terjadi dan
mengambil perspektif lain)
Proses couching pada minggu ini belum terlaksana secara sempurna, hal ini
diakibatkan masih adanya perasaan canggung dan belum terbuka. Alternatif
pemecahan masalah tersebut adalah melalui pendekatan personal yang
lebih intens untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh murid murid .
Kemudian adanya Ketertutupan seorang coachee menjadi batu sandungan yang
menghambat berlansungnya proses couching, bahkan kepasifan murid dalam
berkomunikasi menjadi hambatan tersendiri bagi guru sebagai coach walaupun
berbagai usaha dilakukan tetap saja tak beubah.
Merancang ulang rencana alternatif, yang saya lakukan agar perencanaan berjalan
, yaitu dengan lebih cermat dan efektif melakukan pengenalan diri, berkesadaran
penuh, dan memahami potensi anak-anak sesuai kodratnya, berpikir kritis, dan
berkolaborasi dengan pemangku kepentingan . Di Aksi nyata lah kemampuan kita
dalam melakukan proses coaching sangat dibutuhkan. Bagaimana kita memilki
potensi dan keterampilan yang harus dikerahkan untuk menggali potensi coachee
dalam menyelesaikan masalahnya sendiri.
Refleksi Mandiri :
Yang menjadi Refleksi bagi diri saya adalah melalui couching model TIRTA
, saya akan melakukan proses perubahan praktek couching, biasanya saya
cenderung menjadi Konselor ataupun mentor,tanpa memberi kesempatan pada murid
untuk mengeksplorasi permasalahannya. Sekarang tentunya dengan model TIRTA
berharap menjadi lebih baik lagi untuk ke depan.
Demikianlah
jurnal refleksi ini,semoga bermanfaat .
Salam
Calon Guru Penggerak
SRI SOFIAN
Model 5: Connection,
challenge, concept, change (4C)
Minggu ini sudah tiba
pada minggu ke enambelas dalam Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 4.
Seperti biasa refleksi merupakan hal yang sangat penting dan perlu dilakukan
oleh Calon Guru Penggerak karena hal ini dapat mendorong guru untuk
menghubungkan teori yang sudah diperoleh dengan praktik baik yang sudah
dilakukan. Dengan demikian dapat menumbuhkan keterampilan Calon Guru Penggerak
untuk mengevaluasi sebuah topik secara kritis, sehingga Calon Guru Penggerak
dapat mengenali diri baik kekurangan dan kelebihan untuk seterusnya dapat
mengevaluasi diri menjadi lebih baik.
Connection:
Coaching adalah bentuk
patnership yang terjalin antara coach dan coachee dalam hal memaksimalkan
potensi pribadi dan profesional untuk menstimulus dan mengeksplorasi
pikiran agar dapat memaksimalkan potensi personal dan profesional. Hal ini
tentunya sangat berkaitan erat dengan peran guru penggerak yakni menjadi
pelatih bagi guru lain untuk pembelajaran yang berpusat pada murid. Dengan
demikian sangat penting bagi seorang Calon Guru penggerak untuk mengetahui
bagaimana menjadi coach yang baik agar dapat memimpin dan mempengaruhi guru
lain dan semua warga sekolah agar tumbuh jiwa kepemimpinan siswa sebagai upaya
mewujudkan profil pelajar pancasila.
Challenge:
Selama mengikuti
rangkaian pembelajaran Calon Guru Penggerak sebenarnya tidak ada materi
dan pendapat dari narasumber yang berbeda namun semua materi melengkapi apa
yang sudah dilakukan oleh Calon Guru Penggerak dalam kegiatan belajar mengajar
sebelumnya. Ada beberapa hal baru yang saya ketahui yakni beberapa model
coaching yakni model TIRTA. Hal lain yang penting adalah dalam pelaksanaan
coaching seorang coah harus dapat memposisikan diri agar tidak melakukan posisi
mentor, konselor dalam proses coaching.
Concept:
Konsep -- konsep penting yang dipelajari :
Konsep Coaching dalam
Konteks Pendidikan
Sistem Among merupakan
salah satu kekuatan dalam pendekatan pendampingan coaching bagi guru Tut Wuri (
mengikuti, mendampingi ) artinya mengikuti dan mendampingi pekembangan murid
dengan penuh atas dasar cinta kasih, tanpa pamrih dan rasa ingin menguasai.
Sedangkan Handayani ( mempengaruhi ) mempunyai arti merangsang, memberi teladan
agar murid mampu mengembangkan potensi dirinya secara pribadai secara mandiri.
Komunikasi Yang
Memberdayakan
Komunikasi adalah
hubungan yang simetris, dalam berkomunikasi bahasa harus dimengerti dengan
benar, dilakukan dengan tulus oleh kedua belah pihak serta sepakat dan mengaku
untuk mematuhi norma yang berlaku. Beberapa hal penting yang perlu dilatih
untuk melancarkan parktik coaching adalah : Komunikasi asertif, pendengar
aktif, bertanya efektif serta umpan balik secara positif.
TIRTA Sebagai Model
Coaching.
Model coaching TIRTA
merupakan hal yang simple untuk dipraktikkan namun memiliki banyak pengaruh
terhadap pelaksanaan coaching jika dilakukan sesuai dengan langkah- langkah coaching
model TIRTA yakni Tujuan Umum, identifikasi, Rencana aksi dan
Tanggungjawab.
Change:
Hal yang signifikan
adalah mulai merubah pola coaching sebelumnya misalnya jika dahulu dalam proses
coaching, coach selalu menguasai pembicaraan dan memiliki kecenderungan
memberikan solusi maka setelah mempelajari materi ini Calon Guru Penggerak
melakukan perubahan pola coaching sesuai model yang dipelajari dengan lebih
benyak menggunakan pertanyaan pemantik untuk merangsang munculnya potensi yang
dimiliki oleh coachee dalam menyelesaikan masalah.
Demikian Jurnal Refleksi minggu ke enambelas. Semoga
bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar